Platinum

Komunitas Kretek dan KNPK Rayakan Penolakan Hari Tanpa Tembakau Sedunia

Wijatma T S
31 May 2024
.
Komunitas Kretek dan KNPK Rayakan Penolakan Hari Tanpa Tembakau Sedunia

Khoirul dan Moddie berorasi di panggung menandai perayaan Penolakan HTTS, Jumat (31/5/2024) di Kancane Coffee & Tea Bar. (PM-Jatmo)

Patmamedia.com (SLEMAN) – Komunitas Kretek bersama Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) menggelar acara Tribute to Kretek bertajuk “Berterimakasihlah Pada Segala yang Memberi Kehidupan”, di Kancane Coffee & Tea Bar, Sleman, Jumat (31/05/2024). Acara ini sebagai bentuk penolakan terhadap perayaan Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) yang mengusung misi pengendalian tembakau.

Tribute to Kretek 2024 menghadirkan band legendaris dari Surabaya, Silampukau, dan musisi veteran yang memiliki concern terhadap kelestarian kretek, Jibal Windiaz. Selain juga menyuguhkan orasi budaya dari AB. Widyanta dan lokakarya tembakau bersama Eko Susanto.

Koordinator KNPK, Moddie Alvianto Wicaksono menuturkan, setiap narasi yang dibawa pada peringatan HTTS hanyalah dalih untuk mematikan industri hasil tembakau.

“Banyak narasi yang sudah dikeluarkan oleh Antirokok, dari sekian banyak narasi itu tujuannya adalah menerapkan FCTC (Framework Convention on Tobacco Control) agar mereka dapat dengan leluasa menghimpit industri hasil tembakau,” papar Moddie.

Hingga saat ini, lanjut Moddie, Indonesia menjadi salah satu dari beberapa negara di dunia yang tidak menandatangani FCTC. Hal ini disebabkan karena Indonesia masih memiliki Kretek yaitu Tembakau dan Cengkeh dan Indonesia sebagai peodusen cengkeh terbesar, 97% cengkeh untuk produksi rokok kretek.

Moddie memaparkan, mengapa merayakan penolakan HTTS sudah jelas yaitu Indonesia tidak seharusnya turut merayakan Hari Tanpa Tembakau Sedunia. Sebab, Indonesia adalah negara yang memiliki kepentingan besar pada kehadiran tembakau, dari hulu hingga hilir.

Ada puluhan juta orang yang menggantungkan hidup dari tanaman ini. Terutama para petani tembakau dan buruh pabrik rokok. Toh masyarakat Indonesia sendiri telah hidup berdampingan dengan tembakau selama ratusan tahun.

Lebih lanjut, Moddie menyebut bahwa HTTS hanyalah satu dari banyak cara Antirokok yang terlembaga untuk mematikan industri hasil tembakau. Padahal jika industri hasil tembakau tumbang, maka kesejahteraan petani tembakau dan buruh rokok lah yang dipertaruhkan.

“Jika para pemangku kebijakan itu mau turun ke ladang-ladang tembakau, mau menjenguk dan berinteraksi secara intensif dengan buruh-buruh pabrik rokok, mereka akan tahu jika industri hasil tembakau yang sering mereka regulasi dengan eksesif tersebut adalah berkah nyata bagi petani dan buruh,” beber Moddie.

“Petani itu orang yang organik. Mereka tidak perlu disuruh untuk tidak menanam tembakau. Asalkan ada tanaman lain yang punya serapan dan nilai jual tinggi, mereka pun akan dengan suka rela beralih,” sambungnya.

Senada dengan Moddie, Juru Bicara Komunitas Kretek, Khoirul Atfifuddin menyebut bahwa HTTS adalah salah satu tanda jika WHO sebagai organisasi kesehatan dunia hanya disibukkan dengan urusan tembakau dan asap rokok.

“Anti rokok menyimpulkan segala penyakit pasti ada sebab rokok di dalamnya. Sehingga rokok menjadi konsentrasi WHO agar organisasi kesehatan nir aktivitas ini terlihat bekerja menjamin kesehatan bangsa-bangsa dunia,” tutur Khoirul.

Terkait regulasi pertembakauan, Khoirul menilai Indonesia telah memiliki segala perangkat untuk perlahan mendorong Industri Hasil Tembakau mendekati liang lahat. Namun pada praktiknya, pemangku kebijakan lah yang justru menjadi mafia: bekerja di ruang gelap aturan-aturan yang telah mereka terbitkan.

“Kurun 2022 hingga 2023, kita disajikan fakta bahwa banyak pejabat dan pemangku kebijakan yang menjadi backing rokok ilegal. Sehingga sebagai rakyat kecil wajar jika kita menduga kenaikan cukai dan harga rokok yang tinggi adalah salah satu rangkaian kejahatan,” papar Khoirul.

Griting

Baca Juga