Platinum

Slamet, Penjual Bakso 'Nawaitu Barokah' yang Tak Pernah Menyerah

Wijatma T S
28 January 2025
.
Slamet, Penjual Bakso 'Nawaitu Barokah' yang Tak Pernah Menyerah

Slamet menjajakan baksonya dengan sepeda motor. (PM-ist)

BANYAK cara dilakukan untuk menopang kehidupan. Salah satunya seperti yang dilakukan Slamet (50), seorang penjual bakso kuah yang telah menekuni profesi ini sejak tahun 1989, jauh sebelum ia menikah. Dengan kerja keras dan keteguhan hati, Slamet terus menjalankan usaha baksonya meski menghadapi berbagai rintangan, termasuk pandemi COVID-19.

Slamet, yang berasal dari Malang, Jawa Timur, daerah yang terkenal dengan bakso Malang, memulai kariernya sebagai penjual bakso dengan bekerja pada juragan di Semarang. "Awalnya saya bekerja pada juragan di Semarang, menjajakan bakso keliling dengan pikulan," cerita Slamet saat ditemui di Padukuhan Kemasan, Sendangtirto, Berbah, Senin (27/1/2025).  

Beberapa waktu kemudian, Slamet pindah ke Yogyakarta dan menetap di Berbah. Ia tetap bekerja pada juragan lain dan menjajakan bakso keliling dengan pikulan. Seiring waktu, juragannya menyediakan gerobak bakso yang mempermudah Slamet memperluas jangkauan usahanya.

Pada tahun 2016, Slamet memberanikan diri untuk mandiri dan membuka usaha bakso keliling sendiri. Berkat pelanggan setianya, usaha ini berkembang pesat dan diberi nama **Bakso Nawaitu Barokah**. Slamet bahkan memiliki empat karyawan dari Malang yang ikut membantunya. Namun, ketika pandemi melanda pada tahun 2020, usaha Slamet terpuruk. Ia terpaksa menghentikan kerja sama dengan karyawan-karyawannya karena sulitnya kondisi ekonomi.

Meski begitu, semangat Slamet tidak pudar. Ia tetap berjualan bakso seorang diri dengan menggunakan sepeda motor yang dilengkapi rombong. Setiap hari, ia menjelajahi kampung-kampung di sekitar Kapanewon Berbah. "Saya mulai jualan jam satu siang sampai tengah malam, tergantung kondisi," ungkapnya.  

Selain berjualan keliling, Slamet juga melayani pesanan khusus untuk acara seperti resepsi, pengajian, arisan, atau Jumat Berkah. Harga seporsi baksonya hanya Rp8.000 saat berjualan keliling, namun ia bisa menyesuaikan harga untuk pesanan dalam jumlah besar.

Dari hasil usahanya, Slamet mampu menghidupi keluarganya, termasuk membiayai pendidikan kedua anaknya. Anak sulungnya sudah bekerja, sementara anak bungsunya masih duduk di bangku SMP Negeri 1 Berbah. "Saya bersyukur bisa membiayai sekolah anak-anak. Harapan saya, semoga mereka kelak lebih sukses dari saya," tuturnya.

Slamet juga memiliki tempat favorit untuk berjualan, seperti di Masjid Sulthoni Purboyo pada malam-malam tertentu yang ramai pengunjung. "Omzet saya sehari sekitar Rp350 ribu, tapi kalau malam-malam tertentu di masjid itu, bisa mencapai Rp450 ribu," katanya.

Di tengah segala keterbatasan, Slamet tetap menjalani hidup dengan ikhlas dan penuh rasa syukur. Dengan moto hidup "Nawaitu Barokah," ia berharap usahanya bisa terus membawa berkah untuk dirinya dan keluarga. (*)

Griting

Baca Juga