.
Frananto Hidayat dan amplop angpao. (PM-Nadi Mulyadi)
Yogyakarta (PM) -- Menjelang Tahun Baru China imlek pada 22 Januari 2023, suasana sepanjang Jalan Malioboro Yogyakarta semarak dengan aneka hiasan berwarna merah. Di kawasan kantong warga Tionghoa itu telah tampak persiapan untuk menyambut tradisi pergantian tahun tersebut.
Kehadiran Imlek sudah pasti identik dengan angpao. Tradisi memberi angpao saat Imlek seperti sudah menjadi keharusan, sekaligus menjadi momen menyenangkan, terutama bagi anak-anak. Tahun baru terasa menjadi lebih semarak dengan amplop merah berisi uang tersebut. Namun, apa sebenarnya makna pemberian angpao pada perayaan Tahun Baru Cina?
Menurut Frananto Hidayat, tokoh masyarakat Tionghoa Yogyakarta, secara harafiah kata angpao berasal dari dua suku kata, “ang” berarti merah dan “pao” berarti amplop, sehingga angpao bisa diartikan sebagai amplop berwarna merah. Itu sebabnya pemberian uang angpao selalu dilakukan dalam amplop merah.
Namun angpao sebenarnya mengandung makna lain lebih dalam, bahkan menurut bos jaringan perusahaan Perwita Karya itu, jika ditelisik tradisi memberi angpao saat Imlek juga lahir dari rentetan sejarah yang panjang.
Angpao, demikian Frananto, merupakan simbol peduli sesama, bentuk kepedulian dan berbagi kegembiraan antar-sesama terutama bagi mereka yang kurang mampu. Selain itu, angpau merupakan wujud ucapan syukur atas rejeki yang diperoleh selama setahun terakhir. Wujudnya adalah berbagi rejeki dengan orang yang lebih membutuhkan.
Dijelaskan, tradisi memberi angpao saat Imlek punya sejarah panjang. Angpao pertama diberikan pada zaman Dinasti Qin (sekitar 221-206 SM). Pada zaman Dinasti Qin, bentuk angpao tidak seperti yang dikenal sekarang. Saat itu, angpao berupa koin berlubang yang diikat benang merah dan disebut y? suì qián.
Kala itu, para orang tua memberikan y? suì qián kepada anak-anak mereka agar terhindar dari kesialan. Biasanya, penolak bala tersebut diberikan saat anak-anak akan meninggalkan rumah. Lama-kelamaan, koin dan benang merah berubah menjadi uang yang disimpan dalam amplop merah atau angpao.
Setiap tradisi selalu ada paugeran (aturan) yang harus diikuti dan pantangan yang tidak boleh dilanggar. Pun dengan tradisi angpao Imlek. Misalnya, amplop yang digunakan untuk memberi angpao harus berwarna atau bernuansa merah. Menurut kepercayaan masyarakat Tionghoa, warna merah adalah lambang keberkahan dan keberuntungan bagi siapa yang menerima maupun memberikannya.
Selain itu, membagikan angpao juga harus memperhatikan jumlah uangnya karena ada angka yang menjadi pantangan. Nominal uang yang diberikan tidak boleh ganjil. Ini karena angka ganjil dalam budaya Tionghoa berhubungan dengan pemakaman atau suasana berkabung.
Juga tidak boleh ada nominal yang mengandung angka 4 seperti Rp 40.000 atau Rp140.000. Angka ini sebaiknya dihindari karena dalam bahasa Mandarin, angka 4 (sì) terdengar seperti kata “mati” (s?).
Masyarakat Tionghoa biasanya memilih untuk memberi angpao dalam jumlah yang memiliki makna baik. Misalnya, nominal uang yang mengandung angka 88 seperti Rp880.000. Angka 88 berarti “shuangxi” atau kebahagiaan berganda. Atau jika memberikan angpao untuk pasangan yang baru menikah, bisa memilih angka 2, misalnya Rp2.000.000 karena angka 2 melambangkan pasangan yang langgeng.
“Dan angpao harus diberikan langsung kepada penerima. Pemberian angpao tidak diperbolehkan dengan perwakilan. Jadi angpao tidak boleh dititipkan orang lain,” tandas Ketua Perwacy DIY tersebut.*