Platinum

Disbud Fasilitasi Kidung Binangun Pada Acara Slametan

Roberto Gusta
29 July 2022
.
Disbud Fasilitasi Kidung Binangun Pada Acara Slametan

Seorang bayi sedang dicukur dan diperdengarkan tembang macapat pada acara selapanan di Wonogiri, Sidoharjo, Samigaluh. (PM - Disbud Kulonprogo)

Kulonprogo (PM) – Dinas Kebudayaan (Disbud)/Kundha Kabudayan Kulonprogo mendorong masyarakat menghidupkan kembali tembang macapat pada setiap penyelenggaraan upacara adat tradisi yang dikenal dengan sebutan acara ‘slametan’ atau ‘syukuran’.

Di antaranya seperti acara slametan tingkepan, kelahiran, selapanan, sunatan, pernikahan dan upacara adat pada acara kematian. Disbud memfasilitasi untuk penyelenggaraan tembang macapat itu melalui kegiatan ‘Kidung Binagun’.

“Disbud berusaha dapat mengembalikan seperti dulu. Setiap ada acara slametan atau syukuran, ada acara tembang mocopat.Adanya ‘Kidung Binangun’, macapatan tidak hanya yang diadakan rutin di setiap kapanewon tetapi juga diadakan di rumah warga,” ujar Budi, Kepala Bidang Bahasa, Sastra, Sejarah, dan Permuseuman, Disbud Kulonprogo.

Hal tersebut disampaikan di ruang kerjanya, Jumat (29/7) ketika dikonfirmasi terkait kegiatan ‘Kidung Binangun’ untuk pertama kali diselenggarakan di Kulonprogo pada tahun 2022.

Kegiatan pelestarian dan pengembangan bahasa dan sastra Jawa tersebut menyasar rumah tangga yang hendak menyelenggarakan upacara adat tradisi slametan atau syukuran. Rumah tangga bersangkutan mengajukan surat permohonan proposal ke Disbud Kulonprogo.

Menurutnya, peserta tembang macapat diprioritaskan adalah warga sekitar. “Antusias masyarakat cukup tinggi untuk melestarikan tembang mocopat. Hingga akhir Juli sudah melaksanakan enam kali dari sebanyak 20 paket ‘Kidung Binangun’ di tahun ini,” tutur Budi.

Penyelenggaraan ‘Kidung Binangun’ , katanya dibiayai melalui Danda Keistimewaan 2022. Untuk penyelenggaraan kelima pada acara syukuran ‘selapangan’ di rumah warga Pedukuhan Wonogiri, Kalurahan Sidoharjo, Kapanewon Samigaluh.

Peserta macapat melibatkan paguyuban macapat wilayah setempat dan empat peserta siswa SD. Pada puncak acara tersebut, seorang bayi berumur 35 hari untuk pertama kali dicukur dan diperdengarkan alunan tembang macapat yang syarat akan makna.

Tembang macapat yang dibawakan disesuaikan dengan penuh nilai dan filosofi siklus kehidupan manusia, mulai dari kelahiran di dunai sampai pada kematian.***

 

Griting

Baca Juga