.
Salah satu sumur di bekas pabrik pengolahan nilo Tambak yang ditetapkan sebagai benda cagar budaya. (PM-Roberto Gusta)
Kulonprogo (PM) - Dinas Kebudayaan (Disbud) atau Kundha Kabudayan Kulonprogo menetapkan enam sumur di bekas pabrik Nilo, Tambak, Kalurahan Triharjo, Kapanewon Wates, Kulonprogo sebagai benda cagar budaya. Semula, diinformasikan ada tujuh sumur. Setelah melakukan pengkajian, konstruksi satu sumur tersebut tidak sama dengan enam sumur lainnya.
Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Yogyakarta untuk wilayah Kulonprogo menindaklanjuti dengan melakukan pengkajian di bekas pabrik pengolahan nilo. Dari hasil kajian di lapangan, Bupati Kulonprogo di 2020 menetapkan sepuluh sisa benda pabrik sebagai benda cagar budaya.
Kepala Bidang Warisan Budaya Benda, Disbud Kulonprogo, Siti Isnaini didampingi Kepala Seksi Warisan Budaya Benda, Fitri Atiningsih Fauzatun mengungkapkan sisa benda pabrik nilo yang masih ada meliputi Saka Guru (Saka Donoloyo), sumur sebanyak enam, sisa bangunan penampung an air, sisa beteng kitir dan lingga.
“Sebelumnya kami mendapat informasi dari Puro Pakualaman, terdapat tujuh sumur. Dari kajian di lapangan baru enam sumur yang ditetapkan sebagai benda cagar budaya,” jelas Siti Isnaini, Kepala Bidang Warisan Budaya Benda, Disbud Kulonprogo.
Di bekas pabrik tersebut sudah berubah fungsi menjadi Kantor UPTD Balai Pengembangan Perbenihan dan Pengawasan Mutu Benih Tanaman Pertanian (BP3MBTP) unit Tambak, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Yogyakarta.
Luas bekas pabrik diperkirakan mencapai sekitar setengah hektare di Jalan Wates – Purworejo, Tambak, Kalurahan Triharjo, Kapanewon Wates. Di bagian depan berdiri satu bangunan kantor, dan bagian belakang menjadi petak-petak kebun percontohan tanaman buah-buahan.
Di sela-sela kebun percontohan terdapat sisa benda bangunan kuno bekas pabrik pengolahn nilo. Termasuk enam sumur gali yang ditetapkan sebagai benda cagar budaya.
“Sudah genap ada tujuh sumur. Jika yang ditetapkan enam sumur sebagai benda cagar budaya, pembuatan sumur yang satu bukan pada masa pembangunan pabrik,” ujar Sukarman, Koordinator UPTD BP3MBTP Unit Tambak yang menunjukan sisa benda pabrik pengolahan nilo Tambak.
Pabrik pengolahan nilo didirikan pada masa Paku Alam V bertahta di Puro Pakualaman sekitar tahun 1880 dengan nama Pabrik Soember Nilo Tambak yang pada saat itu masuk wilayah administrasi Kabupaten Adikarta.
Pabrik didirikan untuk mengolah perwarna alami dari perkebunan tanaman nilo/nila atau indigofera ps di wilayah Kabupaten Adikarta. Luas areal perkebunan nilo sekitar 6.304 bahu. Selain di Tambak, terdapat dua pabrik mengolahan nilo yaitu di Dusun Jangkaran dan Nagung yang pada saat itu masuk di Distrik Sogan.
Pabrik nilo terpuruk setelah produksinya tidak mampu bersaing dengan beredarnya pewarna sintetis dari Jerman. Berdirinya pabrik nilo lebih tua dibandingkan pabrik gula sewu Galur.***k