.
Sri Sultan HB X dalam ?acara Pencanangan Hutan Keistimewaan Nangka, di Hutan Petak 58, Karangmojo, Gunungkidul. (PM-Istimewa)
Gunungkidul (PM)-Tanaman nangka perlu dilestarikan karenanya menjadi bahan dasar dari pembuatan kendhang, salah satu instrumen gamelan. Demikian pula nangka sebagai bahan dasar gudeg, makanan khas Yogyakarta. Penanaman bibit tanaman nangka di Yogyakarta perlu terus dikembangkan sebagai upaya pengembangan potensi kebudayaan lokal.
"Peristiwa ini bagi saya penting dalam upaya pelestarian. Tidak sekedar tanaman dan untuk tradisi karena gudeg, tapi bagaimana juga masalah-masalah kebudayaan ini bisa tetap langgeng untuk tetap berlangsung. Apalagi permintaan pembuatan gamelan datang dari kelompok-kelompok orang asing yang belajar gamelan di Eropa Barat," kata
Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, dalam acara Pencanangan Hutan Keistimewaan Nangka, di Hutan Petak 58, RPH Candi, BDH Karangmojo, Balai KPH Yogyakarta, baru-baru ini.
Sultan meresmikan Hutan Keistimewaan Nangka bersama Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), RI Mahfud MD, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) RI, Siti Nurbaya Bakar, serta Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) RI, Sofyan Djalil.
Menurut Sultan, pembuatan gamelan sendiri tidak lagi hanya untuk memenuhi permintaan dari lokal DIY, lembaga di level daerah ataupun nasional. Tetapi juga untuk memenuhi permintaan dari para duta besar Indonesia yang berada di negara lain, baik di Eropa, Amerika, maupun Asia, sebagai salah satu upaya strategi pendekatan politik mereka.
Sementara itu, tanaman nangka dan petai yang sering kali harus ditebang karena menjadi alternatif dalam ekspor industri mebel untuk menggantikan kayu jati, menjadi salah satu alasan pelestarian tanaman tersebut.
Lokasi penanaman terletak di Petak 58, RPH Candi, BDH Karangmojo, KPH Yogyakarta, Gunungkidul. Status kawasan tersebut merupakan kawasan hutan produksi dengan luas areal penanaman, khusus untuk tanaman nangka seluas 30 hektar.
Menkopolhukam RI Mahfud MD mengaku sangat apresiasi atas pencanangan Hutan Keistimewaan Nangka di Karangmojo Gunungkidul itu. Mahfud mengutip data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan DIY tahun 2021, bahwa di Yogyakarta ada sekitar 190 Usaha Kecil Menengah (UKM) pengusaha makanan khas gudeg. Untuk itu, kebutuhan nangka muda mencapai 9-10 ton setiap harinya.
Untuk pemenuhan permintaan sector industry kuliner gudeg, perlu upaya dari pemerintah. Hutan Nangka tersebut diharapkan dapat memenuhi kebutuhan bahan baku bisnis gudeg yang telah mendunia. Hutan namgka ini juga sebagai upaya pengembangan potensi, baik sumber daya alam, sumber daya manusia, maupun kearifan lokal. ”Sekaligus mendukung kesejahteraan masyarakat sekaligus memelihara serta memulihkan lingkungan,” katanya.
Hutan keistimewaan nanka tersebut juga merupakan inisiatif untuk mengembangkan hutan tematik. Yaitu wana boga dengan jenis nangka, saya nilai sangat strategis dalam mewujudkan pengelolaan hutan yang mampu mendukung ketahanan pangan. Khususnya kuliner Yogyakarta, yaitu gudeg yang sangat kita kenal, dapat menggerakkan geliat ekonomi lokal. Mahfud menambahkan, pangan memiliki peran yang sangat penting karena menyangkut dimensi politik, ekonomi, sosial, dan budaya. ***s