.
Digelar, beberapa jenis pisau sesuai kegunaannya dalam keperluan Jagal hewan qurban. (PM-kus)
Patmamedia.com (YOGYAKARTA) – Menjelang Hari Raya Iduladha, kesibukan mulai terasa di kalangan takmir masjid, panitia qurban, dan para relawan. Tugas mulia mereka bukan hanya menyembelih hewan qurban, tetapi juga memastikan amanah dari para shohibul qurban dijalankan sebaik-baiknya sejak awal: mencari hewan qurban yang tepat.
Mencarikan sapi qurban memang bukan perkara sepele. Banyak hal harus dipertimbangkan, dari harga, kesehatan, hingga proyeksi daging yang dihasilkan. Di tengah tantangan ini, para “pemburu sapi qurban” terus berupaya agar tak mengecewakan pihak yang telah mempercayakan amanah ibadah ini kepada mereka.
Sebagai bentuk ikhtiar dan berbagi pengetahuan, Jaringan Jagal Indonesia menggelar acara bertajuk Obrolan Angkringan Ilmu Titen Blonjo Sapi Qurban Biar Tidak Keblondrok, Ahad malam (19/5), di Masjid Gede Mataram Kotagede, Yogyakarta. Acara dimulai pukul 19.30 dan berlangsung hangat hingga pukul 22.00 malam.
Ilmu Titen: Kearifan Lokal dalam Menaksir Sapi
Dalam pengantar diskusi, Lutfi dari Jogokariyan menyampaikan fenomena menarik: orang yang dipercaya mencarikan sapi qurban seringkali hanya segelintir. “Fenomena ini boleh saja, asalkan orang tersebut amanah dan murni ibadah, tanpa kepentingan lain. Yang penting, shohibul qurban puas dan merasa niat ibadahnya terjaga,” ujarnya.
Ia menekankan pentingnya ilmu titen, yaitu pengetahuan hasil dari pengamatan dan pengalaman terus-menerus dalam menaksir sapi. “Dengan ilmu titen, tanpa harus menimbang atau mengukur lingkar badan dengan meteran, seseorang bisa memperkirakan berat sapi dan proyeksi dagingnya hanya dari pengamatan fisik,” kata Lutfi, yang diamini Eko IB dari komunitas yang sama.
Perpaduan Ilmu Akademis dan Pengalaman Lapangan
Cuk Tri Noviandi, dosen Fakultas Peternakan UGM, menambahkan perspektif akademis. Menurutnya, secara teori, proyeksi hasil daging sapi dapat diukur dengan menimbang berat hidup dan mengukur lingkar badan. “Namun, tentu tak praktis membawa timbangan dan meteran ke kandang. Di sinilah pengalaman dan ilmu titen jadi sangat berharga,” jelasnya.
Cuk juga mengingatkan pentingnya mengenali tanda-tanda kesehatan sapi. Selain penyakit mulut dan kuku (PMK), penyakit cacing hati juga perlu diwaspadai. Sapi yang mengidap cacing hati bisa dikenali secara visual: bulu kasar dan njegrag, telinga kepleh, mata sayu, dan diare. “Kalau ringan, hati masih bisa dikonsumsi asal dimasak sampai matang. Jangan disate setengah matang,” tegasnya.
Strategi Blonjo Sapi: Dari Jenis hingga Waktu Beli
Antok Listianto, sesepuh Juru Sembelih Halal (Juleha) Jogja, membagikan pengalamannya. Dalam lima tahun terakhir, ia lebih memilih sapi perah pejantan. “Tulangnya kecil, mirip sapi Bali, jadi dagingnya lebih banyak dibanding jenis lain,” katanya. Ia menyarankan membeli sapi 4-5 bulan sebelum Iduladha dengan sistem titip pelihara, asalkan dana dan komitmen jamaah sudah siap.
Sementara itu, Mas Izwar dari keluarga peternak besar berbagi kiat memilih sapi di saat mepet Hari Raya. Menurutnya, mengenali katuranggan atau bentuk tubuh ideal sapi sangat penting. “Pilih yang tubuhnya tegap, punggung datar, bokong berisi, dan dada lebar,” ujar Izwar. Ia menambahkan bahwa ciri kepala lebar, moncong pendek, dan warna moncong sama dengan tracak kaki juga jadi indikator sapi sehat.
Acara ini ditutup dengan penuh keakraban khas Jogja: sajian sego kucing, gorengan, serta pembagian doorprize berupa pisau jagal dan pisau kelet. Suasana guyub menyatukan para peserta dari berbagai latar belakang – dari takmir masjid, juru sembelih, hingga peternak – dalam satu semangat: menjaga amanah ibadah qurban dengan sebaik-baiknya.(Kus)