.
Patmamedia.com (SLEMAN) - Solar dryer dome merupakan teknologi pengeringan menggunakan tenaga matahari dalam bangunan berbentuk kubah. Bahan yang digunakan untuk kubah ini adalah polycarbonate, yang dapat bertahan hingga 10 hingga 30 tahun. Lantai dome terbuat dari beton atau semen sehingga suhu panas merata dan tidak bocor. Teknologi sederhana ini sangat membantu petani dan pelaku usaha, karena proses pengeringan menjadi lebih mudah dan efisien.
Pengeringan adalah salah satu teknologi sederhana untuk memperpanjang daya tahan produk hortikultura dengan menjaga kualitas yang baik. Selama ini, petani dan pelaku usaha di Indonesia umumnya mengandalkan sinar matahari langsung dalam proses pengeringan. Namun, metode tradisional ini memiliki kelemahan, seperti risiko kerusakan produk akibat hujan, serangga, burung, dan jamur.
Solar dryer dome hadir untuk mengatasi tantangan ini. Alat ini melindungi hasil olahan hortikultura dari kontaminasi debu, air hujan, dan sinar ultraviolet, yang dapat merusak kualitas produk.
Plt. Kepala Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan Kabupaten Sleman, Suparmono, menekankan pentingnya menjaga kualitas dan kebersihan produk selama proses pengeringan. Selain itu, teknologi ini dapat membantu meningkatkan nilai tambah produk, seperti cabai, serta memperpanjang masa simpan produk hortikultura. Hal ini disampaikan saat kunjungannya ke Koperasi PPHPM di Purwobinangun, Pakem, pada Jumat (4/10/2024).
“Bantuan bangunan pengering tenaga matahari ini harus dimanfaatkan secara optimal oleh petani dan pelaku usaha hortikultura untuk menghasilkan produk berkualitas yang bisa dipasarkan hingga luar daerah,” ujar Suparmono.
Dalam kunjungan tersebut, Tim Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan Kabupaten Sleman diterima oleh pengurus Koperasi PPHPM, yang menjelaskan manfaat penggunaan solar dryer dome dibandingkan dengan metode pengeringan tradisional.
“Penggunaan solar dryer dome sangat membantu dalam mengeringkan cabai. Hasilnya merata hingga ke bagian dalam, cabai tetap merah, tidak berjamur, dan lebih higienis serta terhindar dari serangga,” ujar Nanang, salah satu pengurus Koperasi PPHPM.
Suparmono menambahkan bahwa material polycarbonate pada solar dryer dome memiliki peran penting dalam menjaga mutu produk hortikultura. Keunggulan alat ini, selain umur simpan yang lebih lama, juga aroma produk yang tetap kuat, rasa yang tidak berubah, dan mutu yang terjaga.
“Ketika pintu dome dibuka, aroma pedas cabai langsung terasa, mantap!” kata Suparmono sambil tersenyum.
Nanang menjelaskan bahwa proses pengeringan dengan solar dryer dome hanya membutuhkan waktu kurang dari tujuh hari, dengan tingkat kekeringan mencapai 90-100%. Semua hasil pengeringan dapat dimanfaatkan tanpa ada yang busuk atau terbuang.
Namun, kapasitas alat ini masih terbatas. Satu unit solar dryer dome hanya memiliki 24 tray dengan kapasitas 10 kg cabai basah per tray, sehingga total kapasitas pengeringan dalam satu siklus hanya mencapai 240 kg cabai segar.
Koperasi PPHPM telah berhasil memfasilitasi pemasaran cabai segar dari sekitar 6.500 petani di Kabupaten Sleman, yang tersebar di 14 titik pengumpulan. Jumlah cabai yang dikumpulkan setiap malam mencapai 6-9 ton, sebagian besar dipasarkan ke luar daerah.
“Saat ini, produksi cabai yang paling melimpah adalah cabai CMK, dengan volume mencapai 4-5 ton per malam. Namun, kapasitas pengeringan dengan solar dryer dome masih jauh di bawah itu, sehingga kami masih lebih banyak memasarkan cabai segar,” jelas Nanang.
Koperasi PPHPM sedang berupaya mencari proyeksi pasar untuk cabai kering, sebagai alternatif untuk mengatasi harga cabai yang rendah pada waktu tertentu dan untuk memperluas usaha mereka.
“Kami sedang mempraktikkan teknis produksi cabai kering sambil mencari peluang pasarnya,” tambah Nanang.
Untuk menghasilkan 1 kg cabai kering, dibutuhkan sekitar 5 kg cabai segar. Jika harga cabai kering di pasaran berkisar antara Rp70.000 hingga Rp150.000 per kg, maka dengan harga cabai segar CMK saat ini sebesar Rp6.009 per kg, modal yang dibutuhkan hanya Rp30.045 per kg. Selisih harga ini tentu dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan harga beli cabai segar dari petani.
“Harga cabai kering lebih stabil dibandingkan cabai segar yang fluktuatif, sehingga petani bisa mendapatkan keuntungan yang lebih besar,” tambah Suparmono.
Nanang mengucapkan terima kasih kepada Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan Kabupaten Sleman yang terus mendampingi petani dari hulu hingga hilir.
“Kami mendorong petani untuk mengelola pertanian hingga ke hilir, bukan hanya sebatas memasarkan produk segar. Melalui pemberian nilai tambah dan peningkatan daya saing, hilirisasi produk pertanian menjadi salah satu kunci untuk meningkatkan kesejahteraan petani,” pungkas Suparmono.