.
Anna Yvleva (30), tentara wanita Ukraina yang tergabung dalam batalyon infanteri. (Foto: PM- Timothy Fadek/CNN)
Kiev (PM) - Di tengah ketidakpastian kapan Rusia akan melancarkan agresi militer ke Ukraina, ribuan tentara tetap siaga di daerah sekitar garis perbatasan kedua negara. Diliputi rasa cemas, jemu, penasaran, mereka harus tetap bersiaga 1 x 24 jam tanpa henti dibalut dinginnya hawa karena suhu di Ukraina saat ini berkisar -2 hingga 6 derajat Celsius . Rasa rindu kepada sanak keluarga harus dikubur dalam-dalam, demi sebuah perjuangan: membela tanah air.
Di antara ribuan tentara Ukraina, terdapat ratusan tentara wanita, yang tergabung dalam batalyon-batalyon. Salah satu diantaranya, Anna Yvleva (30). Bergabung dengan batalyon infanteri sejak tiga tahun lalu, Anna yang menjadi komandan regu, harus rela meninggalkan empat orang buah hatinya. Empat anaknya, untuk sementara waktu, dititipkan pada ibunya, karena suaminya juga seorang tentara dalam batalyon yang sama.
Sebelum bergabung dengan pasukan infanteri, Anna adalah seorang guru sekolah dasar. Bagaimana kisah sehingga Anna meninggalkan profesinya sebagai seorang guru, tidak diungkapkan. Kepada CNN.com, Anna hanya mengatakan, ia sama sekali tidak gentar berada di garis depan medan pertempuran. Demi tanah air, demikian Anna, saya siap berkorban jiwa dan raga.
Senada dengan Anna, Zhanna (42) memilih untuk meninggalkan profesinya sebagai seorang dokter demi membela tanah air. Pengalaman traumatis tragedi aneksasi Rusia tahun 2014 silam, membuat semangatnya berkobar-kobar. Zhana yang berpangkat Letnan ini, tidak mau lagi hidup di bawah pengawasan yang ketat pemerintahan oligarki, Rusia.
"Stop! Sudah cukup. Pikirkan, jika anakmu saat ini, berada di sini," kata Zhana.
Tetapi, lanjutnya, saya tidak yakin Rusia akan melakukan serangan. Jika hal itu terjadi, saya siap untuk melakukan perlawanan. Sebagaimana Anna, suami Zhanna juga seorang tentara dan sama-sama ditugaskan di garis depan medan pertempuran.
Secara umum, situasi di Ukraina, masih berjalan normal. Penduduk masih melakukan aktivitas seperti biasa. Di pos lintas batas, di kota Novotraitskoye, Ukraina, lalu lintas padat seperti biasanya. Kafe dan rumah makan di sepanjang pos lintas batas tetap buka. Petani di desa Muratove dengan santai mengumpulkan kayu bakar kemudian djual ke pangkalan tentara Ukraina di dekat perbatasan dengan Rusia.
Rumor yang beredar bahwa Rusia akan memulai penyerangan terhadap Ukraina, pada Rabu, 16 Februari 2022, ternyata tidak terjadi. Tetapi sinyal akan dimulainya pertempuran mulai meletup. Selasa (15/02/2022) terjadi insiden tembakan meriam di desa Stanytsia-Luganska, bagian Timur Ukraina. Akibatnya, dua warga dilaporkan menderita luka ringan, gedung taman kanak-kanak rusak, aliran listrik terputus, menyebabkan sebagian besar wilayah permukiman, gelap gulita.
Sejauh ini, belum ada pihak yang bertanggung jawab terhadap insiden tersebut. Jual-beli tuduhan pun terjadi. Ukraina menuduh insiden itu merupakan ulah dari kaum pemberontak (separatis) yang didukung Rusia. Tuduhan ini dibantah oleh Rusia. Melalui juru bicaranya, Dmitry Peskov, Rusia balik menuduh, hal itu merupakan ulah angkatan bersenjata Ukraina untuk semakin meningkatkan ketegangan.
Tetapi, meski berada dalam ketidakpastian, beberapa pengamat militer Barat meyakini bahwa Rusia tetap akan melaksanakan niatnya untuk menyerang Ukraina. Hanya kapan hal itu akan terjadi, tetap menjadi sebuah misteri.
Yang jelas, Anna dan Zhanna dan ratusan tentara wanita lainnya, harus tetap berada di garis depan medan pertempuran. Mereka hanyalah pion-pion kecil yang menjadi dan bahkan dijadikan tumbal untuk kepentingan elit pimpinan. Mereka tidak tahu kapan akan berakhir, yang pasti, mereka tetap menjadi pion-pion kecil sekalipun situasi berakhir damai.