.
Seorang perajin tahu warga Wonobroto, Kalurahan Tuksono, Kapanewon Sentolo, Kabupeten Kulonprogo sedang mencetak tahu. (PM-Roberto Gusta)
Kulonprogo (PM) – Perajin mengurangi ukuran tahu maupun tempe karena kesulitan menaikan harga penjualan di pasaran menghadapi kenaikan harga bahan baku kedelai. Pengurangan ukuran tersebut perajin tahu maupun tempe mampu bertahan.
Samsuri, salah seorang perajin tahu warga Wonobroto, Kalurahan Tuksono, Kapanewon Sentolo, Kabupaten Kulonprogo, DIY menyatakan kesulitan menaikkan harga tahu, mengikuti kenaikan harga kedelai. Perajin mampu bertahan memproduksi tahu karena dengan menyiasati ukuran tahu.
Pada saat harga kedelai normal, katanya tiap memproduksi bahan baku 8 kilogram (kg). Adanya kenaikan harga kedelai, maka bahan baku tahu tersebut dikurangi menjadi sekitar 7,3 kg. Pencetakan menggunakan alat cetak yang sama sehingga dapat menghasilkan tahu 169 potong.
“Perajin tahu tidak bisa apa-apa menghadapi kenaikan harga kedelai. Perajin hanya bisa memainkan ukuran dan ketebalan tahu. Jika harga dinaikkan akan terjadi persaingan tidak sehat,” ujar Samsuri.
Wilayah Kalurahan Tuksono menjadi salah satu sentra perajin tahu di Kulonprogo. Di wilayah tersebut terdapat sekitar 40 perajin yang tergabung dalam Kelompok Perajin Tahu Murni Tuksono.
“Perajin memproduksi beberapa potongan tahu. Harga penjualan di pasar tidak naik, tergantung ukurannya, mulai dari Rp 300 sampai Rp 500 per potong,” jelasnya.
Menurutnya, kenaikan harga kedelai sampai ke perajin tahu terakhir di di kisaran Rp 11.300 per kg. Seperti biasa perajin setiap hari tetap memproduksi tahu. Selain mengurangi ukuran, ada perajin menyiasati mengurangi jumlah tiap satu bungkus dari 10 menjadi 9 tahu.
Sutrisno, perajin tempe warga Sebokarang, Kelurahan/Kapanewon Wates mengungkapkan perajin tetap memproduksi tempe meskipun harga kedelai dinilai cukup tinggi. Tempe telah menjadi salah satu kebutuhan pokok makanan keseharian masyarakat.
“Kalau berat ya berat tetapi harus berusaha tetap memproduksi tempe. Jika berhenti sama saja menciptakan pengangguran baru. Hanya berharap harga kedelai dapat kembali normal,” ujar Sutrisno yang mengerjakan sepuluh tenaga kerja untuk memproduksi tempe.
Kenaikan harga kedelai, katanya sudah berlangsung sekitar setengah bulan dari Rp 9.000 sampai terakhir di kisaran Rp 11.200 per kg. Persediaan kedelai di pasaran masih ada. Menghadapi kenaikan harga bahan baku, perajin mensiasati dengan mengurangi ukuran tempe.
Untuk ukuran besaran masih sama tetapi hanya ada pengurangan untuk ketebalan dari biasanya. Sutrisno memproduksi empat ukuran tempe yang dijual dengan harga mulai dari Rp 2.000 sampai Rp 4.000 per biji.***g