.
Setelah laku jongkok, penyuguh duduk bersila saat menyerahkan minuman dan makanan kepada tamu. (Foto: PM-Roberto Gusta)
MENYUGUHKAN minum dan makanan kepada tamu dengan laku dodok atau jalan jongkok menjadi salah satu budaya yang masih dilestarikan warga di Kalurahan Jatimulyo, Kapanewon Girimulyo, Kabupaten Kulonprogo. Ini merupakan sikap dan perilaku untuk menghormati orang lain yang duduk di lantai lesehan atau jagongan.
Laku dodok yang dilakukan sejumlah pemuda anggota Karang Taruna Setia Mandiri dari Pedukuhan Pringtali ini membuat terperangah Tim Penilai Lomba Kalurahan Kabupaten Kulonprogo yang melakukan verifikasi penilaian di Balai Kalurahan Jatimulyo, Rabu (16/3/2022).
Mungkin bagi masyarakat Jawa atau yang berasal dari luar Jawa tetapi pernah merantau ke Jawa, masih ingat akan budaya tersebut tetapi sudah jarang ditemui. Sepintas, terlihat mudah tetapi tidak banyak orang yang bisa melakukan. Berjalan jongkok membutuhkan keseimbangan badan, kekuatan kaki dan tangan.
“Berjalan jongkok untuk menyuguhkan minuman dan makanan kepada para tamu, menjadi salah satu cirikhas budaya lokal yang masih dilestarikan sampai sekarang di Jatimulyo,” ujar Anom Sucondro, Lurah Jatimulyo di sela-sela menerima Tim Penilai Lomba Kalurahan Kabupaten Kulonprogo.
Menurutnya, menyuguhkan minuman atau makanan dengan laku dodok sudah diajarkan kepada pemuda karang taruna di 12 pedukuhan. Salah satu budaya lokal harus dilestarikan dan dikembangkan ke generasi penerus.
“Ini salah satu konsep keistimewaan yang ada di Jatimulyo. Berjalan jongkok di depan orang banyak merupakan sikap sopan santun, menghormati dan menghargai orang lain,” jelasnya.
Wakil Ketua Karang Taruna Setia Mandiri Pringtali, Kalurahan Jatimulyo Jumaryanto yang memimpin sejumlah pemuda terlihat sudah terbiasa berjalan jongkok menyuguhkan minuman dan makanan kepada tamu yang duduk lesehan di lantai.
Mereka belajar dan latihan dari para orangtua karena usia sudah tua tidak dapat melakukan lagi. “Laku dodok menyuguhkan minuman atau makanan merupakan warisan dari nenek moyang yang sudah langka. Warga di sini (Jatimulyo,-red) masih melestarikan,” ujar Jumaryanto,
Untuk menyuguhkan minuman atau makanan, katanya tanpa menggunakan alas kaki, masuk ruangan tempat duduk para tahu harus berjalan jongkok. Kedua tangan membawa nampan berisi minuman atau makanan.
“Tidak sembarangan membawa nampan berisi minuman atau makanan. Posisi membawa makanan atau minuman harus lebih tinggi dari mulut orang yang membawa nampan,” tutur Jumaryanto.
Menurutnya, berjalan jongkok sampai ke tempat paling ujung para tamu duduk. Kemudian penyuguh duduk bersila dan meletakkan nampan di depannya. Penyuguh menggunakan tangan kiri untuk mengambil gelas berisi minuman dan tangan kanan untuk mengambil makanan.
Gelas diletakkan sebelah kanan dan makanan sebelah kiri gelas minuman. Selesai menyerahkan minuman dan makanan bergeser ke belakang diikuti penyuguh di belakang mengikuti bergeser ke belakang.
“Selesai meletakkan minuman dan makanan, penyuguh paling depan mempersilakan kepada tamu untuk menikmatinya. Waktu bergeser ke belakang, penyuguh tidak boleh membelakangi tamu,” jelasnya.***k