.
Arief Setyawantono, berlatar belakang pameran rancangannya di Sleman City Hall. (PM-Ist)
PERJALANAN hidup seseorang memang misterius. Acap apa yang harus dihadapi, jauh dari hal yang diangankan. Hidup mengalir, sesuai kata hati, berserah kepada Tuhan mohon selalu ditunjukkan jalan yang benar.
Itulah ‘rahasia’ prinsip hidup Arief Setyawantono (lahir 1982) pemilik CV Golden Brain Organizer.
Dari prinsip hidup mengalir, dan berserah pada kehendak Tuhan -- saat ini dia sukses sebagai event organizer (EO) pameran khususnya di mall-mall besar di Yogyakarta. Dia memang seorang pebisnis cerdas dan tangguh. Kiat-kiatnya mampu mengatasi masa sulit akibat akibat pandemi. Covid-19 yang telah 2 tahun melibas bisnis pameran.
Tak banyak event organizer (EO) pameran yang mampu bertahan. Tapi sampai saat ini Arief menjadi salah satu dari sedikit saja EO yang masih tegak berdiri. Tak salah jika ‘Arief Golden’ – acap disebut jawaranya EO saat ini. Namanya tak hanya harum di lokal Yogya. Namun juga skala nasional.
Kepada patmamedia.com Arief memaparkan ‘rahasia’ sebagai kiat sukses bisnisnya. "Kiat yang saya lakukan sederhana. Yakni terus optimis, banyak berbagi. Untung sedikit tidak jadi masalah asal relasi bisnis terjaga,” katanya sambil tertawa.
Optimis, banyak berbagi meski untung sedikit – sebenarnya bukan hal sederhana. Hanya orang yang telah matang berpikir dan mampu mengendalikan bisnis saja yang mampu melakukan hal itu.
Di masa sulit akibat pandemi ini, tinggal ‘Arief Golden’ ini saja yang mampu menyemarakkan mall di Sleman seperti Sleman City Hall , Jogya City Mall, Hartono Mall – dengan pameran atau bazaar yang apik dan membangkitkan gairah ekonomi masyarakat.
Semua ini terjadi karena Arief mampu membangun relasi bisnis yang selaras. Dia tak segan memberi motivasi. “Saya ajak mereka berpikir praktis. Kita orang bisnis, kalau tidak bekerja tak ada yang menggaji. Jadi, harus bekerja, bekerja dan bekerja,” katanya. Motivasi tersebut ternyata disambut para pemilik UMKM peserta eksibisi di mall. Bahkan, ketika mereka meminta keringanan pembayaran sewa booth, Arief memberi diskon 50 persen, bahkan akhirnya gratis 9 hari pameran.
“Bisnis itu harus luwes. Ada hal harus tegas, ada hal yang dapat dikompromikan,” tambahnya. Apalagi menghadapi pandemi Covid-19 yang tak ada yang tahu kapan akan berakhir. “Hadapi hari ini sesuai dengan realita situasi hari ini, jangan banyak mengeluh,” tambahnya.
Meski demikian, dia mengaku memiliki perusahaan sendiri, sebenarnya tak pernah ada dalam angan Arief Setyawantono. Setelah lulus dari kuliah Ilmu Komunikasi, tahun 2006, mencoba menjadi jurnalis suratkabar terkenal. Tetapi kemudian tertarik bidang event organizer (EO) yang waktu itu jadi lapangan kerja idola anak muda.
"Saya menjadi karyawan suatu EO terkenal. Gaji relatif lebih besar dari teman-teman seangkatan saya,” kenang Arif.
Namun setalah 5 tahun, dia mulai merasakan banyak beda pendapat dengan ‘si boss’ . Hingga pada suatu titik nadir yang membuatnya harus memutuskan mengundurkan diri. Tentu saja setelah dia berembug minta dukungan sang istri. “Inilah cerita cinta. Kami masih pengantin baru, namun saya malah berhenti kerja,” tambah Arif. Dia mengaku beruntung istrinya, Nur Illah Royani adalah sarjana ekonomi, sangat berwawasan luas dalam soal finance.
Tahun 2011, atas persetujuan istrinya, dia mencoba usaha baru. Modal uang tabungan Rp 10 juta, membuat ‘rumah usahanya’ bernama CV Golden Brain Organizer. Mencoba menghubungi relasi lama dia mencoba menawarkan mencetak Peta Wisata. Yakni buku cetakan berisi panduan wisata di Yogyakarta. Tidak hanya lokasi tujuan wisata, namun lengkap dengan petunjuk kuliner dan wisata belanja baik oleh-oleh makanan dan utamanya batik.
Ide tersebut ternyata sukses besar. Apalagi tahun 2011-an pemakaian internet masih terbatas. Peta wisata belum menjadi sasaran media sosial seperti saat ini.
|
|
Ita awal sukses memiliki perusahaan sendiri.
Garis nasib Arif terus naik seiring dengan doa dan ketekunannya. Dia tak pernah menyangka, bisnis yang bermodal Rp 10 juta rupiah di tahun 2011, mampu menghantarnya menang tender concept design penataan Trans Mart senilai Rp 8 Miliar untuk 2017-2019. Dia selalu mencoba amanah. Menjaga integritas dan dan komitmen pada semua hal yang telah menjadi persetujuan dengan klien. Arif tetap low profile, meski sebenarnya dia boleh berbangga karena konsepnya menjadi icon di Trans Mart wilayah Jawa Tengah dan DIY: Yogya, Solo, Semarang, Pekalongan, Cirebon.
Apakah semua berjalan mulus tanpa kendala?
“Wah, tak ada hidup yang tanpa kendala. Selalu ada tantangan yang harus dihadapi ,” katanya. Satu hal yang dia syukuri, selalu didukung penuh oleh istri yang pakar keuangan. Diurus berdua dengan istri, keluarga dengan dua anak laki-laki dan perempuan itu, itupun mampu menghela bisnis dan keluarga yang harmonis. ***