Platinum

Rifka Annisa: 44 Persen Kekerasan Terhadap Perempuan Terjadi di Sleman

Esti Susilarti
21 April 2022
.
Rifka Annisa: 44 Persen Kekerasan Terhadap Perempuan Terjadi di Sleman

Krisis pandemi menjadi penyebab konflik dan kekerasan dalam keluarga tahun 2021 (PM-Ant)

Lembaga Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan "Rifka Annisa"  agaknya memberi kado peringatan Hari Kartini 21 April 2022 kepada bangsa Indonesia dengan membeber Catatan Tahunan Wajah Kekerasan 2021, melalui online pada Rabu (20/4) di Yogyakarta.

Hal yang sangat memrihatinkan, fakta kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) masih tinggi, meskipun dalam masa pandemi Covid-19.

"Di situasi krisis sekalipun kekerasan terhadap perempuan masih tetap ada dan yang membutuhkan layanan pendampingan tetap tinggi," kata Manajer Program Pendampingan Rifka Annisa,  Indiah Wahyu.

Periode Juli-Agustus 2021, ketika varian Delta di Yogyakarta cukup tinggi dan jumlah klien yang melanjutkan layanan menurun tajam, namun pengakses hotline Rifka Annisa tetap tinggi.

Indiah menyebutkan dari 204 orang yang mengakses layanan selama 2021, paling dominan adalah kasus kekerasan terhadap istri (KTI) mencapai 109 kasus, disusul pelecehan seksual 35 kasus, kekerasan dalam pacaran 34 kasus, kekerasan dalam keluarga 16 kasus, perkosaan 8 kasus, dan 2 kasus lainnya.

Korban kekerasan seksual, mayoritas adalah remaja akhir dengan rentang usia 18 sampai 25 tahun yang sebagian besar pelajar atau mahasiswa. "Tahun ini klien kami yang paling muda berusia 5 tahun dengan pelaku adalah calon ayah atau calon suami dari ibu," papar Indiah Wahyu.

Dari seluruh aduan kasus tersebut, disayangkan Indiah, hanya 16 persen korban kekerasan seksual yang memilih lanjut ke proses hukum pidana. Banyak alasan penyebab enggan elanjutkan ke jalur hukum. Di antaranya adalah selalu harus memiliki barang bukti – sementara banyak di antara mereka yang minim barang bukti. Juga alasan trauma psikologis dan alasan social yakni malu jika diketahui orang lain terutama tetangga dan teman-teman.

Sedang asal korban yang melaporkan kasus kekerasan, dari Kabupaten Sleman mencapai 44 persen, disusul Kota Yogyakarta 27 persen, Bantul mencapai 13 persen, Kulon Progo dan Gunung Kidul 2 persen, dan luar DIY 12 persen.

Krisis pandemi yang memicu eskalasi konflik dalam rumah tangga, menjadi penyebab tingginya kasus kekerasan dalam keluarga di DIY tahun 2021. Indiah juga menuturkan perempuan dan anak hingga kini rentan menjadi korban kekerasan disebabkan ketimpangan relasi antara perempuan dan laki-laki yang dipicu struktur budaya patriarki yang memosisikan laki-laki sebagai pengambil keputusan dan pemegang kekuasaan.

Sedang latar belakang Pendidikan, menurut Indiah, pelaku maupun korban sebagian besar memiliki pendidikan menengah ke atas.  Sebagian besar pelaku maupun korban bekerja di sektor informal atau menekuni profesi yang tidak mendatangkan income seperti pelajar, mahasiswa, dan ibu rumah tangga.

"Ketidakstabilan finansial memperbesar risiko terjadinya kekerasan," ujar Indiah.

Berdasarkan data  masih tingginya kasus kekerasan, Rifka Annisa mendorong agar pemerintah segera membuat aturan yang dimandatkan dalam UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), baik dalam bentuk Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Presiden secara terbuka dan melibatkan partisipasi masyarakat.***

Griting

Baca Juga