.
KAPAN terakhir Anda nonton film di Gedung bioskop? Bisa jadi dua tahun lalu, sebelum pandemic Covid-19. Nah, pekan ini Anda dan keluarga, mulai dapat nonton bisokop lagi secara nyaman. Setidaknya tempat duduk sudah tak lagi terpisah, kembali normal.
Ada film Indonesia berjudul Srimulat: Hil yang Mustahal. Genre komedi sekaligus bernostalgia di tahun 1980-an ketika hiburan hanya Televisi Republik Indonesia, (TVRI) sehingga acara lawak Srimulat menjadi acara yang ditunggu masyarakat Indonesia.
Film ini merupakan kolaborasi pertama antara IDN Pictures dan MNC Pictures. Film garapan Fajar Nugros ini, dapat ditonton oleh keluarga. Mulai diputar 19 Mei kemarin.
“Kami nonton bareng anak cucu, beli 9 tiket secara online,”kata Ny Hardini Suwarno (65) kepada patmamedia.com, Sabtu (21/5/20022) siang di bioskop Jogja City Mall (JCM). Ny Hardini juga mengaku lama tidak nonton bioskop. Ini pertama kali nonton bareng keluarga setelah ada pelongaran aturan terkait pandemic Covid-19.
Sedang Sonia Prabowo, memang sudah merencana nonton di bioskop sejak film ini diiklankan. “Penasaran, karena aku memang penggemar Srimulat. Selain itu, pengin ketawa ngakak…”, kata fotografer yang siang itu nonton bersama temannya.
Film ini dibintangi aktor dan aktris papan atas, seperti: Bio One, Elang El Gibran, Dimas Anggara, Ibnu Jamil, Teuku Rifnu Wikana, Erick Estrada, Zulfa Maharani, Morgan Oey, Rukman Rosadi, hingga Erika Carlina. Berdurasi 107 menit, penuh gelak tawa berkat lawakan khas Srimulat yang merakyat dan mengalir natural.
Mengusung kata ‘hil mustahal’ yang sangat legendaris sebagai plesetan dari: hal yang mustahil. Alur cerita merupakan true story kisah sukses yang diawali dari perjalanan grup Srimulat di kota Solo. Dari panggung tradisional, merangkak masuk media penyiaran televisi. Hingga manggung di depan Presiden Soeharto dan Ibu Tien Soeharto serta para Menteri zaman Orde Baru. Sebagai seniman lawak, begitu banyak suka-duka, haling-rintang yang harus mereka lakoni menuju sukses.
Inilah pesan moral yang dapat kita dapatkan. Sukses perlu perjuangan dan kerja keras, bukan capaian instan. Banyak hal yang membuat kita terharu. Di balik gemerlap sukses Srimulat mereka pernah "lapar dan berdarah-darah’’.
Srimulat tak hanya grup lawak legendaris. Tapi memiliki nilai kekeluargaan kental. Sukses mereka adalah kerja kolektif. Tokoh Asmuni menjadi contoh leader dan motivator bagi anak buah. Ditekankan apapun peran mereka, selalu penting. “Tak ada peran besar atau kecil. Seni panggung adalah seni kolektif,” katanya.
Salah satu keunikan film ini, 75 persen berbahasa Jawa baik aksen Jawa Tengah maupun Jawa Timuran. Ternyata ini mengacu pada kondisi riil tahun 1980-an – banyak anggota Srimulat yang memang tidak mampu berbahasa Indonesia. Kontradiksi muncul ketika harus pindah ke Jakarta muncul di TVRI yang seharusnya berbahasa Indonesia. Namun persoalan bahasa dan merembet ke budaya ini justru menghadirkan candaan/lelucon yang bikin ngakak. Apalagi ketika semua anggota harus belajar Bahasa Indonesia bersama. Kata kawan yang dalam Bahasa Jawa: kanca-- Ketika diucapkan oleh anggota grup dipelesetkan menjadi kewan yang artinya adalah hewan. Pastilah tawa berderai ketika masuk dalam kalimat: “Ayo kewan-kewan kita segera makan,” – sementara yang dimaksud adalah : kawan-kawan.
Srimulat dalam film menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari mereka. Untung ada subtitle Bahasa Indonesia. Bahasa Jawa juga muncul dari tokoh “Ibu Tien Soeharto”. Film ini memiliki ‘humor politik’ yang akan mengingatkan masyarakat terhadap rezim Orde Baru yang konon para Menteri sangat patuh dan takut pada Presiden Soeharto.
Ada episode, Asmuni diceritakan sangat sedih ketika melihat Presiden Soeharto tidak sekalipun tertawa atau tersenyum meski Srimulat demikian lucu dan Ibu Tien Soeharto tertawa tergelak. Tidak satu pun Menteri yang hadir tertawa, meski Nyonya Mentri tergelak seperti Ibu Tien. Sarkasme yang sangat cerdas muncul ketika salah satu Menteri berbisik pada istrinya: “Buuu jangan tertawaa, Pak Presiden tidak tertawa lho,”.
Apa jawab nyonya Menteri? “Lha, tapi Ibu Tien tertawa lho, ..”.
Nah, inilah sepotong lawakan yang paling cerdas dalam film ini. Sutradara sangat jeli menghadirkan anekdot politis Orba. Meski boleh jadi, hanya penonton yang cerdas dan memiliki pengalaman serupa di masa Orba yang dapat tertawa. Tetapi, bukankah hanya orang cerdas yang dapat melawak dan menikmati lawak?
Jangan lewatkan film ini. Spiritnya, memang banyak hil yang mustahal dapat terjadi dalam kehidupan kita… ***s