.
Pengunjung sedang menikmati kopi di Sungai Sungapan, Kalurahan Hargotirto, Kapanewon Kokap, Kulonprogo. (PM/Istimewa)
SUNGAI Sungapan dari jaman nenek moyang sampai sekarang tidak banyak berubah. Suara gemericik air jernih mengalir dari lembah perbukitan Menoreh yang bermuara di Waduk Sermo. Dasar batu cadas seakan tidak habis tergerus air arus sungai.
Perkebunan tanaman buah seperti durian, manggis, kelapa dan tanaman keras di sisi timur dan barat lereng bukit menjadikan kesejukan udara sepanjang hari. Terasa betah berlama-lama bermain air menikmati kesejukan udara dan alam sekitar Sungai Sungapan.
Keasrian alam pedesaan inilah menjadi salah satu pertimbangan Anom Sudarinto memilih tinggal di kampung halaman, Pedukuhan Sungapan, Kalurahan Hargotirto, Kapanewon Kokap, Kulonprogo, DIY.
Anom bersama keluarga sudah belasan tahun sejak bertugas di lingkungan Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Kulonprogo tinggal di Kota Wates. Jarak antara rumah dengan kantor tempat bekerja di Dinas Parisata (Dispar) Kulonprogo tidak sampai satu kilometer (km).
“Lebih enak tinggal di desa seperti sekarang ini. Lingkungan masih asri dan lebih tenang. Rumah penduduk masih jarang dan jauh dari kebisingan kota,” ujar Anom.
Sebenarnya jarak rumah dengan tempat kerja di Kota Wates pulunah kilometer. Setiap hari pulang pergi mengendarai motor melewati jalan lingkar Waduk Sermo. Ini yang menyebabkan jarak tempuh jauh karena mengelilingi hampir sepertiga lingkar waduk.
Rumah tinggal menghadap ke sungai dan masih jarang rumah penduduk. Seberang sungai, sisi utara, selatan dan sisi timur rumah banyak tumbuh tanaman perkebunan. Suara air sungai, kicauan burung dan suara binatang di alam bebas memecah suasana kesunyian desa.
Tidak ada yang mengetahui nama sungai yang sebenarnya. Warga menyebutnya kali atau sungai Sungapan karena melintas di wilayah Sungapan. Sampai ke wilayah Sungapan, warga menyebutnya Sungai Menguri dan sampai di wilayah Pantaran menyebutnya Sungai Pantaran.
Sungai tersebut dari kumpulan sejumlah anak sungai berhulu dari kaki bukit Gunung Ijo dan kaki bukit Gunung Gajah. Keduanya merupakan wilayah yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.
Air sungai bermuara di Waduk Sermo. Pada musim penghujan arus sungai cukup deras dan mengecil di musim kemarau. Dasar dan tebing sungai, katanya merupakan batu cadas sehingga dari waktu ke waktu tidak banyak berubah.
Sungai berkelok-kelok dapat dijumpai grojogan atau air terjun Kalipongan dan kedung atau genangan air Bongkor. Memperhatikan jenis batu yang di sisi timur dan barat dari dasar sungai berbeda.
Ahli batuan yang pernah mendatangi ke lokasi tersebut, menyebutkan batuan berasal dari susunan batu endapan aliran lava gunung api purba Gunung Ijo.
“Saya sendiri tidak paham tentang bebatuan tetapi pernah yang melakukan penelitian. Batu di sisi barat dasar sungai dari endapan lahar Gunung Ijo dan sisi timur dasar seperti batu andesit,” jelas Anom.
Sungai Sungapan, lanjutnya menyimpan misteri yang belum terungkap. Sering didatangi warga dari luar daerah sekedar untuk menikmati keindahan sungai dan kesejukan udara di wilayah ini. Tidak terasa panas di siang hari meskipun terik matahari di atas kepala.***g